Selasa, 03 Mei 2011

Analisa Budaya Demokrasi Untuk Menuju Masyarakat Indonesia yang Madani berdasarkan


Analisa Budaya Demokrasi Untuk
Menuju Masyarakat Indonesia yang Madani berdasarkan
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008
Tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kaitannya Mengenai Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara

Pendahuluan
            Istilah demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratein yang berarti memerintah atau kratos. Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, misalnya : John Locke ( Inggris ), Montesquieu ( Perancis ) dan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Menunurut John Locke ada dua asas terbentuknya Negara, yaitu yang pertama pactum unionis yaitu perjanjian antar individu untuk membentuk Negara, kedua pactum subjektionis, yaitu perjanjian Negara yang dibentuknya. Abraham Lincoln berpendapat bahwa demokrasi adalah system pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ( democracy is government of the people, by the people, for the people ).
            Dalam tahun-tahun belakangan ini demokrasi telah mengalami kemajuan yang pesat didunia. Banyak Negara telah memuai suatu proses demokratisasi seperti Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin, dan di Asia termasuk Indonesia. Dengan demikian memunculkan harapan akan dunia  yang lebih baik bahwa demokrasi tidak hanya akan membawa kepada kebebasan politik dan Hak Asasi Manusia, tetapi akan membawa kepada pembangunan ekonomi yang lebih cepat. Selanjutnya, pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan dan hubungan internasional yang bercirikan kejasama dunia yang saling menghormati serta saling pengertian.
            Negara Indonesia untuk pertama kalinya mengadakan pesta demokrasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tahun 2004 yang diamanatkan oleh UUD 1945 melalui UU RI Nomor 12 tahun 2003 Tentang PEMILU TAHUN 2004, yang meloloskan Pasangan DR. Soesilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Yusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pertama kali yang dipilih oleh rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
            Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi adalah suatu cara untuk memilih wakil – wakil rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak sasi manusia sebagai hak – hak warganegara di bidang politik. Untuk itu sudah barang tentu menjadi keharusan suatu pemerintahan yang berorientasi pada Konsepsi Kepemerintahan ( governance ), actor dalam kepemerintahan ( governance ) serta kepemerintahan yang baik ( good Governance ) agar terciptanya pemerintahan yang sehat dan bersih dari peraktik – peraktik KKN, berikut ini kami paparkan pokok – pokok atau poin – poin terpentin dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai landasan dalam pelaksanaan budaya demokrasi itu sendiri :
Dalam undang – undang ini yang dimaksud dengan :
  1. Pemilihan Umum, Selanjutnya disebut Pemilu, adalah saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilasanakan secara langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ( Pasal 1 Ayat 1 )
  2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perawakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Iindonesia berdasarkan  Pancasila dan Undang – undang Republik Indonesia tahun 1945. ( Pasal 1 Ayat 2 )
  3. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah Lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. ( Pasal 1 Ayat 6 )
  4. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU Provinsi dan KPU kabupaten/Kota, adalah penyelenggara Pemilu di Provinsi dan Kabupaten/Kota ( Pasal 1 Ayat 7 )
  5. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara. ( Pasal 1 Ayat 13 )
  6. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Pasal 1 Ayat 15 )
  7. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabubaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota. ( Pasal 1 Ayat 16 )
  8. Penduduk adalah warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri. ( Pasal 1 Ayat 20 )
  9. Warga Negara Indonesia adalah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang – orang bangsa lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai warga Negara. ( Pasal 1 Ayat 21 )
  10. Pemilih adalah warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 ( tujuh belas ) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. ( Pasal 1 Ayat 22 ).
  11. Peserta pemilu adalah partai politik untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD. ( Pasal 1 Ayat 23 )
  12. Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. ( Pasal 1 Ayat 24 )
  13. Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.( Pasal 1 Ayat 25 )
  14. Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program peserta Pemilu. ( Pasal 1 Ayat 26 )
Penyelenggara Pemilu adalah Komisi Pemilihan umum, adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU, Kabupaten/Kota  yaitu ( pasal 18 UU 12 Tahun 2003 Tantang PEMILU ) :
  1. warga Negara republic Indonesia;
  2. setia kepada pancasila sebagai dasar Negara, UUD Negara republic Indonesia tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
  3. Mempunyai intergritas pribadi yang kuat, jujur, dan adil
  4. Mempunyai komitmen  dan dedikasi terhadap suksesnya pemilu, tegaknya demokrasi dan keadilan;
  5. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang system kepartaian, system dan proses pelaksanaan pemilu, system perwakilan rakyat, serta memiliki kemampuan kepemimpinan
  6. Berhak memilih dan dipilih
  7. Berdomisili dalam wilayah republic Indonesia yang dibuktikan dengan KTP;
  8. Sehat jasmani dan rohani bersarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari rumah sakit.
  9. Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik
  10. Tidak pernah dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 ( lima ) tahun atau lebih
  11. Tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan structural, dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri;
  12. Bersedia bekerja sepenuh waktu.
Penetapan keanggotan KPU dialkukan oleh presiden untuk KPU, KPU untuk KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota. Masa keanggotann KPU adalah 5 ( lima ) tahun sejak pengucpan sumpah/janji.
            Untuk melakukan pengawasan Pemilu, dibentuk panitia pengawas pemilu, panitia pengawas pemilu provinsi, panitia pengawas pemilu kabupaten/kota, dan panitia pengawas pemilu kecamatan. Memiliki tugas dan wewenang yakni ; mengawasi semua tahapan penyelengaraan pemilu, menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilu, menyelsaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilu, dan meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselsaikan kepada instansi yang berwenang ( pasal 120 dan 122 UU nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu 2004 ).
            Anngota panitia pengawas pemilu sebanyak-banyaknya 9 ( sembilan )orang, panitia pengawas provinsi sebanyak-banyaknya 7 ( tujuh ) orang, panitia pengawas pemilu kabupaten/kota sebanyak-banyaknya 7 ( tujuh ) orang dan panitia pengawas pemilu kecamatan sebanyak-banyaknya 5 ( lima ) orang orang yang berasal dari unsure kepolisian Negara, kejaksaan, perguruan tinggi, tokoh masyarakat dan pers ( pasal 124 UU nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu tahun 2004)
BAB III
Peserta dan Pesyaratan Mengikuti PEMILU
Dalam BAB III undang – undang ini diatur secara khsus siapa saja yang bias menjadi peserta dan apa  saja pesyaratan yang harus ditempuh oleh peserta dan partai politik yang mengusungnya. adapun Syarat partai politik untuk dapat ikut serta dalam Pemilu sesuai dengan pasal 8 yakni :
a         Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-undang tentang partai politik.
b        Memiliki kepengurusan di 2/3 ( dua pertiga ) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
c         Memiliki kepengurusan di 2/3 ( dua pertiga ) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
d        Menyertakan sekurang-kurangnya 30% ( tiga puluh perseratus ) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.
e         Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 ( seribu ) orang atau 1/1.000 ( satu perseribu ) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud  pada hurup b dan hurup c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu anggota.
f          Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan sebagaimana pada hurup b dan hurup c; dan
g         Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.
Dalam pasal ini jelas terkaper hak – hak asasi manusia yaitu dalam poin d yakni kesetaraan gender dalam hal ini perempuan memiliki peranan yang strategis dalam pembentukan parpol dan sebagai syarat mutlak untuk mengikuti pemilu itu sendiri. Dan dalam hal ini KPU harus melaksanakan penelitian dan penetapan keabsahan pesyaratan tersebut agar tidak adaya rekayasa dan cacatnya hukum dalam penyelengaraanya ( Pasal 9 ).
            Peserta pemilu anggota DPD adalalah peseorangan ( individu ) untuk mewakili Provinsinya masing – masing ( pasal 11 ) harus memenuhi pesyaratan sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 12 yakni :
  1. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 ( dua puluh satu ) tahun atau lebih;
  2. bertakwa kepada tuhan yang maha esa;
  3. bertempat tinggal di wilayah Negara kesatuan republic Indonesia;
  4. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
  5. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas ( SMA ), atau yang sederajat;
  6. setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945;
  7. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekutan hukuman tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 ( lima ) tahun atau lebih;
  8. sehat jasmani dan rohani;
  9. terdaftar sebagai pemilih;
  10. mengudurkan diri sebagai PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, Pengurus pada BUMN/atau BUMD, serta Badan lain yang anggaranya bersumber dari keungan Negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan dan yang tidak dapat ditarik kembali;
  11. bersedia untuk tidak berperaktik sebagai akuntan public, advokat/pengacara, notaries, pejabat pembuat akta tanah ( PPAT ), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keungan Negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai peraturan perundang-undangan;
  12. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara lainya, pengurus pada BUMN dan BUMD serta badan lain yang keunagannya berumber dari keungan Negara.
  13. dicalonkan hanya di 1 ( satu ) lembaga perwakilan;
  14. dicalonkan hanya di 1 ( satu ) daerah pemilihan; dan
  15. mendapat dukungan minimal dari pemilih dari daerah pemilihan yang bersangkutan;
Dengan demikian semakin bayak aturan yang diterapkan dalam bursa pencalonan maka akan sempit ruang dan gerak perserta tersebut hal ini bertujuan guna mencegah terjadinya conflict of interest jika calon tersebut terpilih dalam pemilu tersebut dan agar rakyat tidak menjadi korban dari pada policik itu sendiri.
            Setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban dalam kesuksesan penyelengaraan pesta demokrasi itu sendiri, jadi warga Negara berhak untuk memilih calon yang dianggapnya layak sesuai hati dan nurani mereka untuk menduduki jabatan politik itu ( pasal 19 pada BAB IV mnegenai Hak Memilih ). Namun tidak semua warganegara memiliki hak untuk memilih diakibatkan adanya kreteria khusus yang harus dipenuhi antara lain yaitu : Warga Negara Indonesia yang pada pemungutan suara telah genap berumur 17 ( tujuh belas ) tahun atau lebih atau sudah kawin/pernah kawin dan terdaftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih tetap maupun daftar pemilih tambahan ( pasal 19 ayat 1 dan 2 ).
            Jumlah kursi untuk anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 ( lima ratus enam puluh ), Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi dan jumlah kursi anggota DPR paling sedikit 3 ( tiga ) kursi dan paling banyak 10 ( sepuluh ) kursi ( pasal 21 dan 22 ). Untuk jumlah kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD provinsi  ditetapkan paling sedikit 35 ( tiga puluh lima ) dan maksimal ( 100 ) kursi, derah pemilihannya meliputi wilayah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, yang penetapanya sama dengan pemilu sebelumnya ( pasal 24 ).
            Dalam pemilhan Anggota DPRD kabupaten/kota jumlah kursi yang ditetapkan minimal 20 ( dua puluh ) dan paling banyak 50 ( lima puluh ) kursi, yang daerah pemilihannya meliputi wilayah kecamatan atrau gabungan kecamatan ( pasal 26 dan 27 ). Sedangkan jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsinya ditetapkan sebanyak 4 ( empat ) kursi.
             Penetapan jumlah kursi ini bertujuan untuk lebih meninggkakatkan pelayanan dan penoakomodiran aspirasi masyarakt guna untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam kedadilan dan keadilan dalam kesejahteraan, sesuai amanat UUD 1945 dan pancasila sebagai pradigma pembagunan bangsa.
            Disamping itu seorang calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota seperti DPD harus memenuhi persayaratan sebagaimana dibawah ini (  Pasal 50 )

  1. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 ( dua puluh satu ) tahun atau lebih;
  2. bertakwa kepada tuhan yang maha esa;
  3. bertempat tinggal di wilayah Negara kesatuan republic Indonesia;
  4. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
  5. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas ( SMA ), atau yang sederajat;
  6. setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945;
  7. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekutan hukuman tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 ( lima ) tahun atau lebih;
  8. sehat jasmani dan rohani;
  9. terdaftar sebagai pemilih;
  10. bersedia bekerja penuh waktu
  11. mengudurkan diri sebagai PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, Pengurus pada BUMN/atau BUMD, serta Badan lain yang anggaranya bersumber dari keungan Negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan dan yang tidak dapat ditarik kembali;
  12. bersedia untuk tidak berperaktik sebagai akuntan public, advokat/pengacara, notaries, pejabat pembuat akta tanah ( PPAT ), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keungan Negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan;
  13. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara lainya, pengurus pada BUMN dan BUMD serta badan lain yang keunagannya berumber dari keungan Negara.
  14. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu
  15. dicalonkan hanya di 1 ( satu ) lembaga perwakilan;
  16. dicalonkan hanya di 1 ( satu ) daerah pemilihan; dan
  17. mendapat dukungan minimal dari pemilih dari daerah pemilihan yang bersangkutan;
 Setelah ditetapkan sebagai calon peserta Pemilu tetap oleh KPU, peserta berhak melakukan kampannye dengan prinsip bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat, agar masyarakat menegetahu visi dan misi dari pada calon itu sendiri, dan masyarakat secara umum berhak mengikuti pelaksanaan kampanye tesebut secara damai dan tidak melakukan perbuatan yang anarkis ( pasal 76 dan 78 ), metode yang bias dilakukan sesuai dengan peraturan antara lain sebagai berikut ( pasal 81 ) :
1.      Peretmuan terbatas
2.      peretemuan tatap muka
3.      media mas cetak maupun media masa elektronik
4.      penyebaran bahan kampanye kepada umum
5.      pemansangan alat peraga dietmpat umum
6.      rapat umum
7.      dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang – undangan.
Dalam hal ini ada larangan – larang kamapanye yang tidak boleh dilanggar antara lain yaitu ( pasal 84 ) :
  1. memperpersoalkan dasar Negara pancasila, pembukaan UUD 1945 dan bentuk Negara NKRI.
  2. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI.
  3. menghina sesorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan atau peserta Pemilu lainnya;
  4. melakukan penghasutan atau propaganda kepada masyarakat
  5. mengancan atau melakukan kekerasan kepada sesorang, sekelompok anggota masyarakat, atau peserta pemilu lainnya;
  6. dilarang mengikutsertakan Pejabat Peradilan dalam kampanye
  7. dilarang mengikutsertakan pejabat BPK
  8. dialarang mengikutsertakan Pejabat BI
  9. dialarang mengikutsertakan Pejabat BUMN/BUMD
  10. dilarang mengikutsertakan PNS
  11. dilarang mengikutsertakan anggota TNI dan POLRI
  12. dilarang mengikutsertakan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan anggota BPD
  13. dilarang mengikutsertakan warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak pilih
Tidak boleh melakukan pratik – praktik pemberian uang kepada pemilih agar dirinya dapat terpilih sebagai anggota DPD, DPRD, DPRD Provinsi atau kabupaten/kota ( Mony Politik ). Jika terbukti melakukan hal tersebut diatas dengan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap dalam pelasanaan kampanye maka akan digunakan sebagai dasar oleh KPU untuk memberikan sanksi sebagai berikut ( pasal 87, dan 88 ) : Pembatalan nama calon  Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi atau kabupaten/kota dari daftar calon tetap dan atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi atau Kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
BAB IX
PERLENGKAPAN PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 141
  1. KPU bertanggung jawab dalam merencanakan dan menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara.
  2. Sekertaris jendral KPU, sekertaris KPU Provinsi, dan sekertaris KPU kabupaten/kota betanggung jawab dalam pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ).
Adapun jenis – jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas ( pasal 142 ) :
  1. kotak suara;
  2. surat suara;
  3. tinta;
  4. bilik pemugutan suara;
  5. segel;
  6. alat untuk memberi tanda pilihan; dan
  7. tempat pemungutan suara;
BAB X
PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 149
  1. pemungutan suara pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselenggarakan secara serentak.
  2. Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk semua daerah pemilihan ditetapkan dengan keputusan KPU.
Adapun pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS antara lain meliputi : Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap pada TPS yang bersangkutan dan pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan ( Pasal 149 ayat 1 ). Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 ( lima ratus ) orang ( pasal 150 ayat 1 ).
BAB XVIII
PEMANTAUAN PEMILU
Guna untuk terwujudnya pemilu yang bersih maka pelaksanaanya dipantau oleh pemantau pemilu sebagaimana dimasud pada pasal 231, pemantau pemilu meliputi :
Ø      Lembaga swadaya masyarakat pemantau pemilu dalam negeri;
Ø      Badan hukum dalam negeri
Ø      Lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri
Ø      Lembaga pemilihan luar negeri; dan
Ø      Perwakilan Negara sahabat di Indonesia
Adapun pesyaratan yang harus dipenuhi oleh pemanyau pemilu yakni :
1.      bersifat independent
2.      mempunyai sumber dana yang jelas; dan
3.      terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KPU Provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan cangkupan wilayah pemantauannya. ( pasal 232 )
Hak pemantau Pemilu antara lain ( Pasal 236 ) yaitu :
  1. mendapat perlindungan hukum dan keamanan dari pemerintah indonesia;
  2. mengamati dan mengumpulkan informasi proses penyelengaraan pemilu
  3. memantau proses pemungutan proses dan penghitungan suara dari luar TPS;
  4. mendafatkan akses informasi yang tersedia dari KPU, KPU Provinsi, Dan KPU Kabupaten/kota;
  5. dan mengunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu
Pemanatau asing yang bersasal dari perwakilan Negara asing yang bertugas diplomat berhak atas kekebalan diplomatic selama menjalankan tugas sebagai pemantau Pemilu ( pasal 236 ayat 2 ).
Pemantau pemilu berkewajiban ( pasal 237 )
  1. mematuhi peraturan perundang – undangan dan menghormati kedaulatan NKRI
  2. mematuhi kode etik pemantau Pemilu yang diterbitkan oleh KPU
  3. melaporkan diri, mengurus akses akreditasi dan tanda pengenal ke KPU, KPU Provinsi atau KPU kabupaten/kota
  4. mengunakan tanda pengenal selama menjalankan pemantauan;
  5. menanggung semua biaya pelaksanaan kegiatan pemantauan;
  6. melaporkan jumlah dan keberadaan personel pemantau Pemilu serta tenaga pendukung admistratif kepada KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/kota sesuai dengan wilayah pemantauannya.
  7. Menghormati adapt istiadat dan budaya setempat;
  8. Mengormati kedudukan, tugas, dan wewenang penyelenggara pemilu;
  9. Bersikap netral dan objektif dalam melaksanakan pemantauan;
  10. menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan yang dilakukan dengan mengklarifikasikan kepada KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/kota;dan
  11. melaporkan hasil akhir pemantauan kepada pelaksanaan pemilu kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota;
hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pemantau pemilu antara lain ( Pasal 238 ) yaitu :
  1. melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan pemilu
  2. mempengaruhi pemilih dalam mengunakan haknya untuk memilih
  3. mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilu
  4. memihak kepada peserta memilu terntentu
  5. mengunakan seragam, warna, atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung peserta pemilu;
  6. menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apapun dari atau kepada peserta pemilu
  7. mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan pemerintahan dalam negeri Indonesia;
  8. membawa senjata, bahan peledak dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan tugas pemantauan
  9. masuk kedalam TPS;
  10. melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan sebagai pemantau pemilu;
apabila dalam melaksananakan tugas pematuan pemilu melanggar kewajibab dan larangan sebagaimana diamsud dalam pasal 237 dan pasal 238 dicabut status dan haknya sebagai pemantau pemilu.
BAB XX
PENYELSAIAN PELANGGARAN PEMILU
DAN HASIL PESELISIHAN HASIL PEMILU

Penanganan laporan pelanggaran pemilu ( pasal 247 ):
  1. Banwaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, pengawas pemilu lapangan dan pengawas pemilu luar negeri menerima laporan pelanggaran pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
  2. Laporan sebagaiman dimaksud pada ayat 1 dapat dismpaikan oleh :
a.       WNI yang mempunyai hak pilih
b.      Pemantau pemilu atau
c.       Peserta pemilu
  1. Lapaoran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dismpaikan secara tertulis kepada Banwaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, pengawas pemilu lapangan dan pengawas pemilu luar negeri  dengan paling sedikit memuat :
a.       nama dan alamat pelapor
b.      pihak terlapor
c.       waktu dan tempat kejadian perkara;dan
d.      uraian kejadian

pada pelanggaraan pemilu yang bersifat admninistrasi merupakan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini akan diselsaikan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota berdasarkan laporan dari Banwaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya ( pasal 249 ). KPU, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi pemilu dalam waktu paling lama 7 ( tujuh ) hari sejak diterimanya laporan dari Banwaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota.
Pelanggaran pidana pemilu adalah pelangaran terhadap ketentuan pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang ini yang penyelasiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkunagan peradilan umum.(pasal 252 ). Perosedrnya sesuai dengan Kitab Undang-undang hukum acara pidana atau undang-undang yang lain yang bersifat kepidanaan.
Perselisihan  hasil pemilu adalah peselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional ( pasal 258 ). Dalam hal terjadin perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasioanl, peserta pemilu dapat pengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Kontstitusi  ( Pasal 259 )

Penutup            :
            Budaya demokrasi pancasila meruapakan paham demokrasi yang berpedoman pada asas  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan yang maha esa, berkeperimanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan indosia, dan beresama-sama menjiwai keadilan social bagi seluruh rakyat indosia. Dan makhluk social dalam kehidupan bersmasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Rumusan sila keempat pancasila senbagai dasar filsafat Negara dan dasar politik Negara yang didalamnya terkandung unsure kerakyatan, permusyawaratan, dan kedaulatan rakyat merupakan cita-cita kefilsafatan dari demokrasi pancasila. Oleh, sebab it, perilaku budaya demokrasi yang perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari adalah hal-hal sebagai berikut :
1.      menjunjung tinggi persamaan
2.      menajaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
3.      menbudayakan sikap bijak dan adil
4.      membiasakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan
5.      mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.
Sumber bacaan :
  1. Undang – Undang RI Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
  2. Undang – undang RI Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu tahun 2004
  3. Pendidikan Kewarganegaraan penerbit CV. Haka MJ Solo
  4. Pendidikan Kewarganegaraan oleh Budiyanto penerbit Erlangga Jakarta tahun 2007
  5. Pendidikan kewarganegaraan oleh Drs. H. Muchlis Catio, M.Ed. DKK. Yudistira 2006

MOHON MAAF ATAS SEGALA KEKURANGAN DALAM PENYAMPAIAN ANALISIS INI SESUNGGUHNYA SAYA MANUSIA BIASA YANG TAK LUPUT JUA DARI KEHILAFAN DAN KERITIK DAN SARAN YANG MEMBAGUN SAYA HARAPKAN
ATAS KESEDIAN ANDA MEMBACA ANALISIS INI
TIANG HATUR AMPURA NUGGRA
DAN
MATUR TAMPIASIH
“L. DIAN WALIYULLAH EP. SAPRUDIN”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar